. Dari
yang kami sewa seharga Rp 600.000,- untuk 1 jam, itupun setelah tawar-menawar yang sangat alot dengan pemilik boat.

Sebelum ke
Pulau Samosir, kami dibawa melihat obyek wisata
Batu Gantung, sebuah batu yang menyerupai tubuh manusia dan seolah-olah menggantung pada dinding tebing di tepi
Danau Toba. Menurut legenda masyarakat setempat,
Batu Gantung adalah penjelmaan seorang gadis yang menolak dijodohkan oleh orang tuanya lalu bunuh diri di tebing tersebut.
Setelah puas mengambil foto,
speed boat membawa kami ke
Pulau Samosir dan kami berlabuh di
Kampung Tomok. Menurut Bapak Surung Sidabutar, pemandu wisata, asal kata
Tomok adalah dari kata
Tong Mok Mok yang berarti
gemuk. Karena Raja Sidabutar Pertama yang berkuasa di sini bertubuh gemuk, maka daerah kekuasaannya pun disebut
Tomok.

Tempat perhentian pertama kami di
Tomok adalah Rumah Adat
Batak Toba yang disebut
Rumah Bolon, bangunan berbentuk empat persegi panjang ini biasanya dihuni oleh 5 sampai 6 keluarga dan dibangun 1,5 meter diatas tanah dengan tujuan bagian bawahnya digunakan sebagai kandang ayam, babi, dsb. Untuk memasuki rumah harus menaiki anak tangga yang terletak di sisi depan bagian tengah rumah dengan jumlah anak tangga yang ganjil. Bila hendak memasuki
Rumah Bolon harus menundukkan kepala agar tidak terbentur pada balok yang melintang, hal ini dapat diartikan juga bahwa tamu menghormati si pemilik rumah. Terdapat perbedaan antara rumah raja dengan rumah rakyat jelata, yaitu pada bentuk pintunya. Pada R
umah Bolon raja memiliki pintu horizontal jadi tamu masuk lewat bawah, sedangkan pada rumah milik rakyat jelata memiliki pintu vertikal berukuran kecil sehingga tamu masuk lewat depan.
Rumah Bolon yang berada di
Tomok ini sudah berumur 480 tahun dan saat ini ditempati oleh generasi ke-17.
Di depan
Rumah Bolon ini terdapat
Si Gale Gale, boneka yang terbuat dari kayu poki (kayu besi) sangat mirip dengan manusia, lengkap dengan pakaian tradisional Batak dan bisa menari dengan iringan musik tradisional Batak.

Kepala
Si Gale Gale ini diukir dengan roman muka yang sangat menarik. Alis mata dibuat dari tanduk kerbau dan daun telinganya diperindah dengan ornamen yang terbuat dari kuningan dengan nama
Sitepal.
Menurut Pak Surung, kira-kira 400 tahun yang lalu, Rahayat Raya (seorang Kepala Kampung sekaligus saudara kandung Raja Sidabutar) kehilangan anak laki-laki satu-satunya yang bernama Simanggale karena meninggal di peperangan. Kesedihan Rahayat sangat mendalam, sampai-sampai untuk menghibur diri, ia mengerahkan seluruh ahli ukir untuk membuatkan baginya sebuah boneka yang sangat mirip dengan wajah Simanggale yang dapat bergerak dan menari. Setelah boneka itu jadi, setiap Rahayat rindu dengan Simanggale, ia menyuruh dukun agama Permalim (agama asli Batak) memanggil roh Simanggale untuk menggerakan boneka tersebut supaya bisa menari mengikuti alunan musik (
ngeri juga yaa...??). Untungnya kalau saat ini kita mau melihat
Si Gale Gale menari tidak ada unsur gaib, alias digerakkan secara manual oleh manusia dengan tali, cukup membayar sejumlah tertentu untuk satu paket tarian (jumlah yang dibayar tergantung musim).
Perhentian kedua adalah Kuburan Tua Raja Sidabutar. Di pintu makam kami disambut oleh seorang bapak yang memberikan kami ulos untuk dipakai, seperti kalau di
Bali setiap ke
pura kita diharuskan memakai sarung. Di dalam Kuburan Tua Raja Sidabutar terdapat 3 kuburan Raja Sidabutar dan 3 kuburan keturunannya, sejak masih menganut agama Permalim hingga menganut agama Kristen yang dibawa oleh Nomensen pada tahun 1881.

Makam Raja Sidabutar terbuat dari batu utuh tanpa persambungan yang kemudian dipahat sebagai tempat peristirahatan terakhir Sang Raja. Pada makam tersebut, selain dipahatkan wajah sang raja, juga dipahatkan wajah seorang gadis yang konon sangat cantik (pada bagian belakang). Dimana raja sangat mencintainya, namun sayang cintanya bertepuk sebelah tangan. Pada makam bagian depan bawah juga dipahat sahabat raja yaitu Raja Aceh yang sedang berjongkok dan menunjukkan kemaluannya. Hal ini sebagai rasa terima kasih sang raja karena Raja Aceh telah mengajarkan taktik perang tanpa membunuh yaitu dengan mengangkat sarung dan menunjukkan kemaluannya keada musuh (hal tersebut sangat tabu dalam adat Batak) maka musuh pun akan lari menjauh. Diatas makam sang raja terdapat kain berwarna merah, putih , dan hitam. Masing-masing warna melambangkan dunia, surga, dan dunia orang mati (simbol agama Permalim).

Saya melihat ornamen 2 pasang payudara dan cicak di banyak tempat, diantaranya pada kayu dudukan
Si Gale Gale, di pintu masuk dan keluar
Kuburan Tua Raja Sidabutar, dan pada
Rumah Bolon. Kira-kira maknanya apa ya? Akhirnya sang pemandu wisata menjelaskan bahwa kedua ornamen itu adalah simbol filosofi kehidupan masyarakat Batak. Dua pasang payudara merupakan simbol kesucian, kesetiaan, kekayaan (keturunan), dan kesuburan. Sedangkan Cicak menunjukkan prinsip orang Batak, yaitu mudah beradaptasi dimanapun mereka berada seperti cicak yang bisa hidup dimana saja.
0 komentar:
Posting Komentar